Oleh: Eri Susanto
- LATAR BELAKANG
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memasuki berbagai segi kehidupan baik individu, keluarga, organisasi maupun masyarakat, serta mengalami perkembanagan yang sangat cepat dan masif. Perkembangan TIK yang sedemikian cepatnya telah membawa dunia memasuki era baru yang lebih cepat dari yang pernah dibayangkan sebelumnya (Indrajit, 2001, h. 8). Era baru inilah yang sekarang disebut sebagai era informasi, yang didukung satu kekuatan TIK yang dikenal dengan ICT (information communication and technology) dimana mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti cara kerja dan mengelola organisasi (Slamet, dkk., 2008, h. 51).
Komputer, namun tidak terbatas pada komputer karena sekarang dapat berupa notebook, smart phone, PDA, dll., sebagai penyedia pengolah data elektronik dapat menyajikan berbagai informasi dan pengolahan data secara cepat, tepat dan akurat (Sarwosri dan Nafisah, 2009, h. 3). Keadaan ini memaksa semua bentuk organisasi untuk menggunakan TIK sebagai pendukung operasional maupun strateginya (Slamet, dkk., 2009, h. 193). Oleh karenanya hampir tidak ada organisasi baik swasta maupun pemerintah yang tidak menggunakan komputer sebagai media dalam melakukan pekerjaan atau proses bisnis/birokrasinya.
TIK ini secara potensial dapat merubah struktur organisasional pemerintah dan proses bisnis, serta jika diterapkan dengan benar akan menghasilkan manfaat bisnis, teknis, maupun organisasional (Heeks, 1999; Kraemer & King, 2003 dalam Gil-Garcial et al., 2007). Keberadaan TIK tersebut menunjukkan posisi yang sangat penting bahkan krusial bagi suatu organisasi dalam menjalankan roda bisnisnya maupun birokrasinya terutama dalam bentuk pengolahan informasi untuk pengambilan keputusan.
Pemanfaatn TIK dalam pemerintahan diwujudkan dalam bentuk layanan Electronic-Government (E-Government). Layanan ini meliputi pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis. Hal ini ditujukan agar pelayanan publik dapat dilakukan secara lebih cepat (faster), lebih baik (better) dan lebih murah (cheaper) baik secara internal (birokrasi) maupun eksternal (masyarakat). Untuk itu, Pemerintah harus merubah membentuk dimensi baru kedalam organisasi, sistem manajemen dan proses kerjanya.
E-Government ini merupakan bentuk layanan pemerintah dengan penggunaan Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) untuk memberikan pelayanan publik dengan lebih nyaman, berorientasi pada konsumen, mengefektifkan biaya, dan secara keseluruhan merupakan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuannya untuk meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan TI ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2G (Government to Government), G2B (Government to Business), G2C (Government to Citizen/Community), maupun G2E (Government to Employee).
Terlepas dari beragamnya definisi tentang E-Government, esensi yang terpenting dari E-Government adalah memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Dalam konteks ini peningkatan kinerja tidak dapat diartikan dalam konteks yang sempit, namun dapat meliputi tercapainya tata pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, baik dalam pengelolaan internal maupun dalam pelayanan kepada publik (good governance).
Secara generik, salah satu komponen utama E-Gov adalah aplikasi sistem informasi pemerintahan yang mampu memberikan layanan secara online melalui media internet. Aplikasi ini memberi informasi yang selalu up to date tentang berbagai hal, menyediakan data dan berbagai sumberdaya yang mungkin bila ditempuh secara konvensional akan banyak memakan energi serta memiliki fasilitas interaksi antara anggota masyarakat dengan penyelenggara layanan publik tanpa harus bertemu secara fisik.
Banyak manfaat yang diperoleh apabila layanan E-Government dapat berjalan dengan baik, antara lain:
- Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;
- Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Governance di pemerintahan (bebas KKN);
- Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari;
- Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan;
- Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada; dan
- Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
E-Government sudah lama dicanangkan oleh pemerintah untuk di-implementasikan pada kantor-kantor pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Pelaksanaan e-government tidaklah semudah yang diperkirakan, banyak hambatan yang dihadapi di dalam implementasinya, khususnya di kantor pemerintah daerah. Sumberdaya manusia yang menjalankan implementasi teknologi informasi pada e-government merupakan hambatan utama, selain penyediaan sarana dan prasarana teknologi informasi, dan lembaga yang menangani implementasi e-government. Oleh karena itu, tidak sedikit dalam perjalananya banyak mengalami hambatan bahkan juga kegagalan.
Penyelenggaraan e-government di Indonesia, termasuk di pemerintahan daerah, sejalan dengan perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental yaitu selain adanya perubahan dari sistem kepemerintahan otoriter dan sentralistik menuju sistem kepemerintahan yang demokratis, juga telah diterapkannya otonomi daerah. Perubahan yang terjadi menuntut terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Sistem manajemen pemerintah yang selama ini merupakan sistem hirarki kewenangan dan komando sektoral yang mengerucut dan panjang, harus dikembangkan menjadi sistem manajemen organisasi jaringan yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta memperluas rentang kendali.
Berdasarkan INPRES No. 3 Tahun 2003, Menteri Komunikasi dan Informasi telah mendorong pemanfaatan TI untuk instansi pemerintahan baik pusat maupun didaerah. Terlaksananya pemanfaatan TI secara nasional dengan berpedoman pada Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu:
Tingkat 1 – Persiapan, yaitu pembuatan situs web sebagai media informasi dan komunikasi pada setiap lembaga.
Tingkat 2 – Pematangan, yaitu pembuatan web portal informasi publik yang bersifat interaktif.
Tingkat 3 – Pemantapan, yaitu pembuatan web portal yang bersifat transaksi elektronis layanan publik.
Tingkat 4 – Pemanfaatan, yaitu pembuatan aplikasi untuk layanan yang bersifat Government to Government (G2G), Government to Business (G2B), Government to Consumers/community (G2C).
Pada tahap awal dari pengembangan E-Government sasaran utamanya agar masyarakat dapat dengan mudah memperoleh akses kepada informasi dan layanan pemerintah daerah, serta ikut berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media internet. Kebijakan awal ini bermuara pada indikator terlaksananya pengembangan secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur.
Seiring dengan pembangunan situs web pemerintahan itupun juga turut dipacu pembangunan pada aspek yang lainnya seperti sarana prasarana hardware, software, jaringan infrastruktur dan SDM. Dimana dimasing masing institusi pemerintahan berbeda beda baik karakter maupun tahapan/ strategi penerapannya.
E-Government bukan hanya website, masih banyak aplikasi Telematika lain dalam konteks E-Government yang menjadi sarana untuk meningkatkan produktivitas, efektifitas dan efisiensi kinerja pemerintahan. Namun demikian muncul pertanyaan kritis, bukankah sebagian besar instansi pemerintah pusat dan daerah sudah ber-E-Government tetapi mengapa masih ada kegagalan pemerintah.
Jadi e-government tidak hanya dapat dianggap sebagai pemerintahan online yang berbasis internet (internet-based government). Namun, terdapat pula teknologi pemerintahan berbasis elektronik (e-gov) ini yang bersifat non-internet yang dapat digunakan dalam konteks ini, seperti: telepon, faksimil, PDA (Personal Digital Assistance), SMS (Short Message Service), MMS (Multimedia Message Service), jaringan dan layanan nirkabel (wireless networks and services), Bluetooth, CCTV (Closed Circuit Television), sistem penjejak (tracking system), RFID (Radio Frequency Identification), identifikasi biometrik, manajemen dan penegakan peraturan lalu lintas jalan, kartu identitas (KTP), kartu pintar (smart card), serta aplikasi NFC (Near Field Communication) yang merupakan pengembangan kartu radio RFID, seperti: teknologi polling station, penyampaian layanan pemerintahan berbasis TV dan radio, e-letter (surat elektronik), fasilitas komunitas online, newsgroup dan electronic mailing list, serta teknologi pesan instan (instant messenger).
Selain hal tersebut, terdapat pula sejumah sub-kategori dari e-government spesifik seperti m-governmnet (mobile government), u-government (ubiquitous government) atau suatu perangkat untuk membantu mengerjakan suatu tugas dan bisa dibawa kemanapun dimana dapat meningkatkan kolaborasi dan memudahkan penggunaan tanpa dibatasi lokasi, serta G-government (aplikasi GIS/GPS untuk e-government). (Sumber: http://wikipedia.org/wiki/Egovernment).
Berdasarkan paparan tersebut, konsep e-government sebenarnya tidak berhenti pada pemanfaatan jaringan teknologi komunikasi informasi berupa internet saja tetapi penggunaan teknologi komunikasi dan informasi lain atau terpadu yang ikut mendukung pelaksanaan pemerintahan dalam rangka menuju efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
Beberapa fenomena yang muncul dalam sehubungan dengan E-Government ini adalah:
- Pengembangan TIK berjalan lambat tidak signifikan dengan besarnya biaya yang sudah dikeluarkan negara.
- Faktor politis dan moril menyumbang cukup besar terhadap tidak signifikannya dana yg sudah dikeluarkan dengan hasil yang diharapkan.
- Otonomi daerah dan lemahnya kebijakan nasional di bidang TIK menyebabkan kesenjangan perkembangan TIK antar daerah.
- Perbedaan kemampuan SDM, finansial, komitment pimpinan, ketentuan hukum daerah, pengaruh rekanan, moril dan politik menyebabkan makin lama kesenjangan antar daerah makin lebar.
- Ego sektoral menyebabkan terjadinya duplikasi database, sehingga data produk pemerintah cenderung kurang dipercaya.
- Kebijakan mengambang pemerintah pusat mengakibatkan pembangunan dan pengembangan database nasional makin sulit diwujudkan.
- Masih lemahnya e-leadership, yaitu kepemimpinan yang memiliki visi dan misi pengembangan e-government sehingga dukungan terhadap layanan berbasis TIK kurang berjalan secara optimal.
Pemberian kewenangan kepada daerah sebagaimana konsep Otonomi Daerah yang tertuang dalam UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui menjadi UU No 32 Tahun 2004, merupakan peluang sekaligus tantangan bagi daerah untuk dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang semakin kompleks. Daerah dengan demikian memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kinerja pelayanannya yang salah satunya melalui TIK.
Sejalan dengan penataan kelembagaan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Undonesia Nomor 42871), maka di Kabupaten Cirebon telah ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah.
Perda tersebut kemudian dijabarkan lagi dalam bentuk Peraturan Bupati Cirebon Nomor 51 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Komunikasi dan Informatika, yang mana berisi tentang penyelenggaraan pemerintahan dibidang komunikasi dan informasi di Kabupaten Cirebon yang mencakup aspek pelaksanaan pos dan telekomunikasi, penyediaan sarana komunikasi dan diseminasi informasi, serta aplikasi telematika. Dengan kata lain, salah satu fungsinya yaitu menyelenggarakan layanan electronic government (E-Gov.).
Oleh karena itu, eksistensi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Cirebon sebagai tulang punggung penyelenggaraan di bidang komunikasi dan informasi akan sangat strategis bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, khususnya Diskominfo. Peran dan tugas ini sebetulnya sangat luas, tidak hanya sebagai media pengelola, penyaji dan/atau penyimpan data dan informasi saja, namun juga dan yang terpenting adalah turut mencerdaskan dan memajukan bangsa menuju masyarakat informasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diskominfo diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pengguna informasi serta dapat memberikan dukungan bagi berbagai komunitas teknologi informasi sebagai mitra kerja dalam bidang komunikasi dan informasi.
Adapun program yang akan menjadi urusan komunikasi dan informasi khususnya dalam meningkatkan layanan e-government dalam implementasinya sangat tergantung pada ketersediaan infrstruktur jaringan komunikasi dan kualitas SDM TIK yang memadai, yang barengi dengan dukungan pengambil kebijakan (e-leadership).
Berdasarkan pemaparan dan berbagai tantangan serta kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja layanan e-government, maka perlu dirumuskan: “Strategi Pengembangan e-Gov di Kabupaten Cirebon”.
- TUJUAN STRATEGI PENGEMBANGAN E-GOV
Dari paparan di atas maka tujuan strategi pengembangan pelaksanaan e-government, yaitu:
- Mendorong terbentuknya pola kolaboratif di kalangan unit-unit pemerintah dan antar pemerintah daerah untuk mampu menciptakan nilai bersama.
- Membantu mengintegrasikan pengetahuan (knowledge), informasi, dan aktivitas dalam proses pemerintahan.
- Mengefisienkan (mempercepat persetujuan pembelian, mengurangi biaya, dan mempercepat proses transaksi pembelian atau pengadaan barang dan jasa langsung lewat internet (e-procurement dan eauctions).
- Meningkatkan efektivitas (dapat melacak status pembelian, keberadaan barang dan persediaan dan meningkatkan kemampuan untuk menangani barang dalam jumlah besar) dalam proses transaksi pembelian atau pengadaan barang dan jasa langsung lewat internet (e-procurement dan e-auction).
- Mengurangi biaya-biaya operasi, misalnya penurunan penggunaan dan penyimpanan kertas, dan penghematan biaya pos.
- Meningkatkan transparansi kepada publik, contohnya: di Amerika Serikat, presiden Clinton lewat memorandum on e-government tanggal 17 Desember1999 memerintahkan 500 dokumen terpenting yang digunakan oleh masyarakat dipublikasikan secara on-line mulai Desember 2000.
- Efektivitas kerja pemerintah dalam melayani masyarakat juga diharapkan meningkat dengan penggunaan e-government, karena jalur birokrasi juga bisa dipangkas dan pengawasan kerja dapat dikontrol oleh pemerintah atasannya dan masyarakat (e-controls).
- Peningkatan kinerja melalui koordinasi dengan instansi terkait dan penggunaan data bersama (data sharing) yang lebih mudah, murah, dan cepat (e-sharing).
- Memungkinkan pemerintah menyebarkan informasi kepada masyarakat dengan cepat dan biaya yang murah karena tidak memerlukan biaya cetak, perangko, dan amplop. Konsep ini disebut sebagai “virtual information space” (Stamoulis, et al., 2001).
- Ikut berpartisipasi menyelenggarakan proses pemerintahan yang demokrasi. Partisipasi dan aspirasi masyarakat secara demokrasi dapat disalurkan dua arah secara lebih cepat (e-democracy).
- Memberikan pendidikan kepada masyarakat lewat informasi dan pelatihan-pelatihan yang positif (e-learning).
- Menyediakan akses publik terhadap informasi yang disediakan oleh pemerintah (e-access).
- Membuat masyarakat nyaman berhubungan dengan pemerintah.
- LIMA DIMENSI KEBERHASILAN LAYANAN E-GOV
Ada lima (5) dimensi dalam penerapan e-Gov agar penerapannya dapat berhasil dengan baik. Kelima dimensi ini merupakan indikator keberhasilan e-gov.
- Kebijakan
Dalam dimensi kebijakan ini mencakup: proses kebijakan, visi dan misi, strategi penerapan kebijakan, pedoman, peraturan, keputusan instansi, skala prioritas, dan manajemen resiko/evaluasi.
- Kelembagaan
Dimensi kelembagaan terdiri dari Keberadaan struktur organisasi yang efektif, Tugas dan fungsi, Ketersediaan sistem dan prosedur kerja, Ketersediaan SDM meliputi jumlah dan tingkat kompetensi, serta pengembangan SDM Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Dimensi infrastruktur merupakan sarana yang sangat penting dalam sistem layanan e-Gov. Dimensi ini meliputi: Data center, jaringan data, keamanan (data/informasi dan fisik), fasilitas pendukung infrastruktur TIK (rak server, catu daya, scanner, hosting, UPS, dll), disaster recovery (database backup), pemeliharaan TIK (adanya suku cadang, jasa pihak ketiga, pengelola TIK), inventarisasi peralatan TIK (baik perangkat keras, perangkat lunak, maupun perangkat pendukung).
- Aplikasi
Ada sepuluh (10) unsur yang termasuk dalam dimensi aplikasi ini, yaitu: 1. situs web/home page (anatara lain www.cirebonkab.go.id); 2. aplikasi fungsional utama 1 (pelayanan publik seperti SIM Pelayanan Perizinan Terpadu, SIAK dll.); 3. aplikasi fungsional utama 2 (adm. dan manajemen umum, seperti Simpatda, Simakbnm, dll.); 4. aplikasi fungsional utama 3 (adm. Legislasi seperti SIM e-parlement); 5. aplikasi fungsional utama 4 (manajemen pembangunan seperti SIM Penyuluh Pertanian, sistem pencatatan dan pelaporan Puskesmas/SP3 dll.; 6. aplikasi fungsional utama 5 (manajemen keuangan seperti SIPKD dll); 7. aplikasi fungsional utama 6 (manajemen kepegawaian seperti SIMPEG); 8. Dokumentasi (RIP sistem informasi dan telematika, blue print pengembangan TIK, kajian WAN, kajian SIMDA dan keamanan jaringan); 9. inventarisasi aplikasi TIK (daftar SIM/aplikasi yang ada pada OPD); 10. interoperabilitas aplikasi (integrasi data/informasi).
- Perencanaan
Dimendi Perencanaan meliputi pengorganisasian/fungsi,mekanisme perencanaan master plan TIK, dokumen master plan TIK, implementasi masterplan TIK, serta pembiayaan.
ANALISIS SWOT DAN STRATEGI PENGEMBANGAN E-GOV
Dalam rangka mendayagunakan system layanan e-government tersebut maka perlu dilakukan analisis mengenai segala kekuatan dan peluang yang dimiliki, serta berusaha mengatasi segala kelemahan dan hambatan yang dihadapi.
- Kekuatan dan Peluang
- Adanya SOTK dan Tupoksi Diskominfo (Perda Kab. Cirebon No. 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah dan Perbup Bupati Cirebon No. 51 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Komunikasi dan Informatika)
- Adanya sarana jaringan intranet OPD dan NOC (Network Operation Centre) untuk operasional jaringan Pemerintah Kabupaten Cirebon
- Adanya SDM untuk melaksanakan Tupoksi
- Adanya anggaran untuk melaksanakan Tupoksi
- Inpres RI No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengenmbangan e-Government
- Kepmenkominfo No. 69A/m.Kominfo/10 tentang Panduan Teknis Pembangunan Infrastruktur Jaringan dan Sistem Informasi Pemerintahan
- Adanya koordinasi dengan provinsi dan pusat bidang komunikasi dan informasi
- Komitmen Bupati untuk meningkatkan pelayanan publik
- Kelemahan dan Tantangan
- Terbatasnya sarana dan prasarana TIK dalam layanan e-government.
- Rendahnya kualitas SDM TIK dalam layanan e-government.
- Kurangnya dukungan dan komitmen pimpinan (e-leadership) dalam layanan e-government.
- Kurangnya koordinasi lintas sektoral sehingga masih disintegrasi data dan informasi.
- Tuntutan pemerintah dan masyarakat yang semakin tinggi akan layanan e-government.
- Perkembangan TIK yang sangat cepat, menuntut kemampuan adaptasi yang tinggi.
- Tuntutan akan sinergitas dan integrasi data dan informasi di seluruh pemerintahan Kab. Cirebon.
- Dukungan dan komitmen OPD dalam meningkatkan layanan e-government.
Berdasarkan paparan di atas serta analisis SWOT maka dapat dirumuskan strategi pengembangan e-Gov sebagai berikut:
- Mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terintegrasi, terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas. Dalam hal ini bagaimana layanan pemerintah dapat disediakan melalui satu portal yang komprehensif.
- Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah daerah otonom secara holistik melalui Business Process Reengineering (BPR) karena e-Gov membutuhkan kompetensi dan proses bisnis/birokrasi yang berbeda dibandingkan layanan tradisonal.
- Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal, serta memperkuat jaringan infrastruktur dan pita lebar (bandwith) untuk akses internet dan saluran komunikasi data.
- Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi informasi.
- Menyediakan serta mengembangkan kapasitas SDM TIK khususnya, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat (memperkuat keterampilan dan pengetahuan masyarakat dalam bidang teknologi informasi).
- Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan terukur, disertai dengan rencana anggaran biaya.
- CATATAN KEDEPAN
- Memperbaiki faktor-faktor yang menjadi elemen kesiapan implementasi (e-readiness), mulai dari infrastruktur jaringan, sumber daya manusia, sistem informasi, teknologi, serta juga visi dan strategi kepemimpinan yang lebih mengarah pada pemanfaatan TIK.
- E-Gov tidak akan berjalan secara optimal tanpa adanya dukungan dan komitmen dari para pimpinan atau pengambil kebijakan. Dalam hal ini masih lemahnya e-leadership.
- Perlu adanya Perda tentang penyelenggraan TIK di Kabupaten Cirebon, beserta turunannya seperti Perbup, SK, SOP dll. dalam rangka kepastian sistem untuk melaksanakan e-Gov di daerah sebagai amanat dan kerangka acuan dalam implementasinya.
- Melibatkan semua stakeholders baik dilingkungan Pemda Kab. Cirebon, dunia usaha, serta masyarakat.
- PENUTUP
Strategi pengembangan e-Gov ini hanya akan dapat terwujud secara optimal apabila segenap unsur yang telah dipaparkan di atas diimplementasikan seluruhnya dengan perencanaan yang matang, pengorganisasian yang jelas, pelaksanaan yang serius dan semangat serta komitmen yang ajeg, dengan mengedepankan team work.
Dengan demikian diharapkan semoga layanan e-Gov Kabupaten Cirebon dapat terwujud secara optimal sehingga dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja, layanan publik yang prima, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.